Selasa, 21 Maret 2023

Menjahit Baju Korilakkuma 🐻


Libur telah tiba. Kegabutan pun melanda. Di tengah kegundahan hati, seisi kamar seolah berkata: "Ada banyak yg bisa kamu lakukan, ayo lakukan apa pun yang dulu kamu sukai." 

Ya, kalau dilihat-lihat postinganku dulu... Dulu aku suka sekali membuat handmade. Kartu ucapan, gantungan kunci, origami dan sebagainya. Mungkin benar, untuk menghilangkan kehampaan seorang fresh graduate ini, aku bisa memulai kembali hobi itu pelan-pelan. 


Dimulai dari membuat kartu ucapan kelulusan untuk teman-temanku.

Aku mengajak beberapa temanku untuk bertukar kartu ucapan handmade saat wisuda, namun sayangnya aku lupa membawa kartu yang sudah kubuat ini pada hari-H karena tertinggal di kosan. Baru satu orang yang mendapat kartuku, tiga lagi belum. Tapi pasti akan kuberikan walau agak telat karena aku sudah susah-susah membuatnya.


Baju Korilakkuma Handmade 

Saat membereskan kamar. Aku mendapati dua boneka Korilakkuma-ku yang tidak berbaju. Kemudian aku berpikir untuk membuatkan salah satu dari mereka baju. Supaya bisa dibedakan satu sama lain, hehehe...

Ada celana robek yang sudah tidak terpakai nih! Kebetulan motifnya kotak-kotak lucu walau warnanya hitam. Coba saja, mungkin akan cocok XD

Mari kita jahit~

Membuat garis pinggang 

Membuat rok biku


Jahit keduanya

Tambahkan tali dan aksesoris pita

Jadi~

Hahaha siapa sangka ternyata jahitan tanganku lumayan rapi >< Sekarang Korilakkuma jadi lebih lucu dengan rok barunya ^^

.

Salam manis dari kami~ sampai jumpa lagi di cerita selanjutnya~!


Sabtu, 04 Februari 2023

[CERPEN] Mi Ayam Untuk Bapak

 

Cerpen Mi Ayam Untuk Bapak adalah cerita pendek tulisanku yang pernah dimuat di media Harian Waspada pada tanggal 18 Septetember 2022. Cerita lengkapnya dapat dibaca di bawah ini:

MI AYAM UNTUK BAPAK

Oleh: Lianty Putri

 

Setelah sebulan lama bekerja menjadi pengajar di sebuah lembaga belajar bahasa asing, akhirnya hari ini tiba saatnya bagi Sari untuk menerima gaji pertamanya. Usai menulis tanggal dan membubuhi tanda tangan tanda serah-terima, Sari diberikan selembar amplop putih yang masih tersegel. Amplop yang barusan ia terima berisi upah pertama yang ia dapat setelah empat tahun lamanya menimbah ilmu untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan di sebuah universitas di luar kota. Meski belum mendapat pekerjaan tetap di sekolah formal, Sari sudah sedikit lega setidaknya ia punya penghasilan perbulan mulai sekarang.

“Emak, Sari sudah gajian nih. Sari traktir mi ayam, yuk!” kata Sari mengibaskan amplop gajinya di udara. Sari tahu bahwa gaji pertamanya belum seberapa. Mungkin hanya bisa lepas uang paket data dan skincare, itu sebabnya Sari hanya berani mentraktir emaknya makan mi ayam. 

“Ayo, emak mau mi ayam spesial ya.”

“Oke sip!” Sari pun naik duduk di boncengan sepeda motor emaknya yang alhamdulillah tahun ini sudah lunas kreditnya.

Sepeda motor yang dikendarai emak berangkat menuju tujuan utama mereka, Warung Mi Ayam Wagino yang terletak tak jauh dari tempat Sari mengajar. Ia dan emaknya sudah sering makan mi ayam di sana, tak peduli kabar angin dari manusia yang iri dengan usaha sukses orang lain yang mengatakan 'mi ayamnya mengandung pelet' atau isu-isu lainnya. Yang penting bagi Sari dan emak Mi Ayam Wagino mantap!

Di tengah perjalanan yang ramai suara-suara klakson mobil dan sepeda motor serta mas ojol yang belok-belok berkendara dengan lihai, Sari diam melamun. Matanya menangkap pemandangan pedagang kaki lima di sepanjang jalan, namun pikirannya melanglang. Tiba-tiba saja Sari teringat akan bapaknya yang sudah lama tidak ia temui. Padahal sebelumnya setiap bulan ia dan emaknya selalu mengunjungi bapak minimal sebulan sekali untuk melihat atau bersih-bersih di sekitar rumah bapak. Menerima gaji pertama mengingatkan Sari akan bapaknya, ditambah lagi bapak yang biasanya juga senang mengajak makan bersama di Warung Mi Ayam Wagino ini.

Sepulang mentraktir emak makan mi ayam, Sari langsung masuk ke kamar dan menghitung uang yang tersisa di dalam amplop yang segelnya telah ia rusak. Satu lembar uang seratus ribu miliknya telah pecah menjadi uang recehan. Selain beberapa lembar uang kertas berwarna biru, terselip secarik slip gaji dengan detail upah mengajarnya. Walau sebenarnya tak terlalu penting, Sari memutuskan untuk menyimpan secarik kertas itu ke dalam stoples biskuit tempat ia menyimpan setruk belanja emaknya yang nantinya bisa mereka tukarkan dengan gelas cantik.

“Sar, bapak di teras tuh,” ujar emak masuk sebentar ke kamar Sari kemudian kembali pergi ke dapur. Sari melompat dari tempat tidurnya dan bergegas jalan ke luar. Dalam hati ia sudah menyiapkan kata-kata yang cocok untuk memamerkan gaji pertamanya pada sang bapak.  Bangga atau tidak urusan belakang yang penting pamer dulu.

“Bapak!” sapa Sari dengan senyum secerah uang seratus ribu. Dilihatnya bapak dengan pakaian sederhana berwarna putih serta celana pendek cokelat favoritnya sedang duduk bersandar di kursi santai tempat langganan bapaknya duduk. 

“Pak! Sari baru gajian lho... Bapak mau Sari traktir apa? Tadi emak sudah Sari traktir mi ayam. Mau mi ayam juga gak, Pak?” celoteh Sari ikut mendudukkan bokongnya di samping sang bapak.

Bapak bangkit membenarkan posisi duduknya dari yang semula bersandar santai kemudian menepuk siku lengan kiri Sari. “Bapak gak makan lagi, uangnya kamu tabung saja.” Jawaban yang bapak lontarkan membuat senyum lebar di wajah Sari memudar. Bibirnya murung seperti ingin marah pada bapaknya.

“Ah Bapak, padahal udah lama gak ketemu,” balas Sari dengan nada sendu. Mendengar sang anak yang merasa kecewa membuat bapak kembali menepuk-nepuk lengan Sari membujuknya agar tetap duduk di sampingnya. 

Sari merajuk dan berdiri ingin kembali masuk ke rumah namun ia langsung mengurungkan niatnya saat tiba-tiba ia kembali merasa rindu dengan bapak. Maklum saja ia sudah lama tidak bertemu dengan bapak, mana bisa ia merajuk pada bapak yang amat ia rindukan itu. Sari pun kembali ke tempat semula ia duduk dan meletakkan kepalanya di atas pangkuan sang bapak. “Pak, Sari rindu,” katanya lirih.

Sari mengedip-ngedipkan matanya yang tak ia sangka telah basah dengan air mata. Ia terbangun di atas tempat tidurnya dengan isi stoples biskuit yang masih berserakan. Tak tahu harus senang atau sedih, barusan ia bertemu dengan bapak dan sempat pamer gaji pertamanya. Bahkan tadi ia juga sempat berbicara dengan bapak dan bilang rindu padanya walau hanya lewat mimpi. Bagi Sari yang sudah lama tidak bertemu dengan bapak, mimpi seperti itu adalah hal yang membahagiakan.

Kenyataannya Sari tetap ingin sekali mentraktir atau membelikan sesuatu untuk bapak dari hasil upah mengajar pertamanya. Bapak lah yang telah banting tulang membiayai kuliahnya, namun acara wisuda atau gaji pertama pun tak sempat dirasakan sang bapak. Bapak sudah duluan dipanggil tuhan sebelum melihat Sari dapat pekerjaan sendiri. Bapak sudah pergi duluan sebelum Sari bisa mentraktirnya makan mi ayam dengan gaji sendiri.

“Besok Sari dan emak singgah ya, Pak,” kata Sari pada foto bapak yang tertampil pada layar kunci ponselnya. Meski sekarang tak bisa mentraktir bapak makan mi ayam, setidaknya Sari bisa singgah ke makam, bersih-bersih, mengirim doa, dan mengirimkan sedekah untuk bapaknya yang harap-harap di sana tetap bisa menikmati mi ayam spesial hidangan khusus penghuni surga.

Tebing Tinggi, Agustus 2022.

Senin, 16 Januari 2023

Diary dari luar jaringan

Hai sahabat blogger sepermainan~! Apa kabar? Semoga sahabat blogger selalu dalam keadaan baik dan sehat ya.

Setelah dua tahun lebih lamanya perkuliahan dilaksanakan secara daring, akhirnya berakhir juga pada semester 7 ini. Pada semester ketujuh ini, kampus Lianty kembali melaksanakan perkuliahan secara luring. Lianty merasa senang dan juga kurang merasa senang dengan perkuliahan ini. Merasa senang karena bisa kembali bertemu dengan teman-teman yang Lianty rindukan, bisa menikmati gedung kampus baru, dan bisa jalan-jalan di Kota Medan. Kurang senangnya adalah Lianty sudah terbiasa dengan perkuliahan online, sehingga ada sedikit rasa malas. Kemudian Lianty juga terpaksa meninggalkan ibu di rumah yang selalu bertanya “Kapan pulang? Sunyi....”

Sebenarnya kuliah daring dan luring punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Saat perkuliahan dilaksanakan secara daring, Lianty bisa sembari bekerja sambilan, tidak boros ongkos dan tidak boros uang makan di kos. Namun selama perkuliahan daring, ilmu dari mata kuliah tidak diserap secara sempurna. Perkuliahan daring melalui zoom sangat tidak efektif bagi Lianty. Sangat disayangkan rasanya jika harus membayar uang kuliah hanya untuk belajar mandiri di kamar.

Sedangnya saat perkuliahan luring, lebih banyak ilmu dan mata kuliah yang diserap karena belajar dan bertemu langsung dengan dosen jauh lebih efektif daripada hanya bertatapan melalui zoom. Tapi Lianty jadi terpaksa berhenti bekerja dan uang yang dihabiskan untuk ongkos, uang makan, internet, dan uang kos jadi lebih banyak. Ya, pengeluaran menjadi lebih besar saat berkuliah luring, apalagi di luar kota seperti Lianty. Tapi sejak awal itu adalah pilihan.


~Cerita selama perkuliahan luring

Naik Kereta Api

Gerbong kereta api 

Lianty selalu naik kereta api saat pergi maupun pulkam. Selain lebih murah, naik kereta api juga lebih nyaman daripada naik bus. Dan yang paling penting adalah... Lianty bisa menikmati pemandangan seperti ini setiap pulkam dua minggu sekali ><





Awannya lucu

Ini sawah kosong

Bagi Lianty, pemandangan seperti ini hanya bisa dilihat dari jalur rel kereta api. Melihat pemandangan ini sambil mendengarkan lagu kesukaan dengan earphone, wah sangat berkesan! Sawah dan langit adalah perpaduan terbaik!

Lapis kaca ungu yg rusak jadi seperti kaca beku


Kampus Baru

Perkuliahan di semester 7 ini dilaksanakan di gedung kampus baru yang terletak tak jauh dari gedung kampus sebelumnya. Gedung kampus ini jauh lebih besar dan tinggi! Kalau tidak salah ada 24 lantai, dan kelas Lianty berada di lantai 19 >V<!  Jika tidak terlalu banyak asap atau kabut, setiap pagi bisa menikmati pemandangan barisan bukit dari kaca koridor. Kapan lagi bisa melihat bukit di Kota Medan kalau tidak dari lantai gedung setinggi ini XD

Naik-turun menggunakan elevator adalah pengalaman baru bagi Lianty, jujur Lianty tidak terlalu suka naik elevator karena ini membuat kepala Lianty pusing. Tapi naik tangga pun tidak munkin, hahaha!

Kemudian Lianty juga sangat suka ruang kelas yang lebar dan terang ini karena jendela besar di belakang.



Sebenarnya di bawah foto ini juga ada taman untuk tempat duduk-duduk mahasiswa yang terletak di lantai 10, tapi Lianty belum pernah ke sana untuk foto-foto, jadi Lianty belum punya fotonya untuk dibagikan di sini, mungkin lain waktu ya~!

Perlengkapan Lianty kuliah XD


Mixue



Yang lagi viral dan ramai~ Kota Lianty hanya sebuah kota kecil, jadi Lianty sangat senang bisa mencoba es krim Mixue selama berada di Medan ini^^

.

Perkuliahan Lianty hampir selesai, hanya tinggal UAS, tes-tes Bahasa Inggris, dan diseminasi/sidang, kemudian Lianty akan wisuda. Suasana perkuliahan seperti ini pasti akan Lianty rindukan. Terumata teman-teman, setelah lulus nanti rasanya pasti akan sangat sulit untuk kembali bertemu dengan mereka. Semangat teman-teman, mari berjuang sampai selesai ><9!!

Rasanya sampai di sini dulu cerita Lianty hari ini ya sahabat blogger. Sampai jumpa lagi di cerita berikutnya, jangan lupa jaga kesehatan! Salam dari teman-teman Lianty <3

Rabu, 04 Januari 2023

Tahun Baru 2023


Hai sahabat blogger sepermainan~! Selamat tahun baru 2023! 


Tahun ini tidak banyak yang ingin diriku sampaikan, tahun ini tidak pula aku membuat resolusi dan goals seperti tahun sebelumnya karena  kusadari ternyata resolusi dan goals yang kubuat tahun lalu pun masih banyak yang belum kucapai.

Tapi memang kuakui, tahun baru tanpa resolusi terasa sepi. Mengawali tahun baru harusnya juga dengan semangat yang baru. Dan ya walaupun tidak membuat resolusi, kuputuskan untuk tetap memiliki 'tujuan' dan semangat yang baru untuk menjalani tahun 2023 ini~!


-Membaca Lagi-

Sudah lama Lianty tidak 'maraton' buku selain komik dan light novel di internet. Tahun ini sepertinya aku terlalu banyak bermain game. Karena menyadari itu, aku ingin melaksanakan misi membaca buku (selain komik) tahun ini minimal 12 buku (satu bulan satu buku)!! 

Sahabat-sahabat bisa melihat daftar buku yang sudah kubaca di twitter @ling_lianty. Di penghujung tahun 2023 nanti mungkin saja aku bisa menulis cerita dan sedikit ulasan dari buku-buku yang kubaca.


Omong-omong soal buku, hari ini buku dari diskon 50% Gramedia yang kubeli sudah sampai.


-Wisuda-

Bismillahirrahmanirrahim tahun ini bisa wisuda tepat waktu (lebih cepat lebih baik)!! Aamiin...

Skripsiku juga sudah selesai dan sudah dipublish, sahabat-sahabat yang ingin membaca bisa kunjungi link ini ya: penelitian.


-Bahagia-

Semoga di tahun 2023 ini, Lianty dan sahabat blogger semuanya tetap diberikan kesehatan dan kebahagiaan ya... Apalah artinya sukses dan banyak uang jika tidak bahagia? That's why 'bahagia' itu mutlak.


Semangat terus sahabat blogger~! Jangan lupa jaga kesehatan. Sampai jumpa lagi di postingan-postingan selanjutnya.


Selasa, 29 November 2022

Handmade Greeting Card - PPL

Hai sahabat blogger sepermainan~! Apa kabar? Long time no see ^^ Semoga sahabat blogger selalu sehat dan bahagia ya! 

Akhirnya setelah selesai dengan segala urusan perpraktikan dan perskripsian, Lianty bisa kembali lagi ke blog yang sudah Lianty rindukan ini. Hari ini Lianty membawa sebuah karya atau bisa dibilang media pembelajaran yang Lianty buat saat pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di sebuah SMP.

Kartu-kartu ucapan atau greeting card yang Lianty bikin ini sebenarnya adalah commission untuk teman satu tim PPL Lianty. Kartu ucapan ini digunakan teman Lianty sebagai media pembelajaran materi bahasa Inggris 'Congratulation' saat ia ujian praktik mengajar. Karena sudah lama tidak menggambar, Lianty dengan senang hati menerima tawarannya ^^

Ada lima macam kartu ucapan yang Lianty buat dengan ucapan dan situasi yang berbeda pula. 

1. Ulang Tahun



2. Tahun Baru



3. Pernikahan



4. Kelulusan



5. Kelahiran



Cara membuatnya, awalnya Lianty hanya perlu menyiapkan kertas gambar kosong berukuran A4 yang dilipat menjadi dua sehingga menjadi berukuran A5. Kemudian faber castell connector pen yang Lianty punya sebagai alat menggambarnya. Untuk sampul depan dan isi kartu, Lianty coba mencari greeting card digital di google yang kemudian Lianty coba gambar ulang di kertas gambarnya. 


Lumayan sulit menyesuaikan desain yang ada di google dengan ukuran kertas yang ada. Namun teman Lianty bilang hasilnya bagus dan lucu. Lianty jadi ikut senang >//<

Ingin sekali rasanya bertukar kartu ucapan buatan tangan seperti ini dengan teman-teman. Mungkin kartu ucapan sederhana dan lucu ini bisa jadi ide untuk sahabat blogger! 

Lianty rasa sampai di sini dulu cerita Lianty hari ini ya~ Sampai jumpa lagi di postingan selanjutnya! Tetap jaga kesehatan ya, sahabat blogger^^

Salam hangat.


Rabu, 31 Agustus 2022

[CERPEN] Terapi Kucing


Terapi Kucing
adalah cerita pendek anak-anak tulisanku yang pernah dimuat di Majalah Bobo pada tanggal 12 Mei 2022. Cerita lengkapnya dapat dibaca di bawah ini.

Terapi Kucing

(oleh: Lianty Putri)

Tidak seperti hari-hari biasanya, pagi ini Nia berangkat sekolah diantar oleh Ibu. Kak Sari yang setiap pagi selalu mengantar dan menjemput Nia ke sekolah sedang sakit. Padahal Nia lebih senang diantar ke sekolah oleh kakaknya karena setiap pagi Kak Sari selalu membawa makanan kucing di jok sepeda motornya.

Makanan kucing itu Kak Sari bawa untuk dibagikan pada kucing-kucing liar yang berkeliaran di area sekolah Nia. Nia sangat senang melihat kawanan kucing berkerumun menunggu Kak Sari dan makanan kucingnya setiap pagi. Kucing-kucing lucu itu mengeong dan mengelus-eluskan kepala mereka manja ke kaki Kak Sari dan Nia.

Sudah dua hari Kak Sari sakit dan tak keluar dari kamarnya. Nia senantiasa menunggu Kak Sari keluar dari kamar. Berharap sesekali Kak Sari keluar untuk mengambil makan atau minum, sayangnya Ibu lah yang mengantarkan makan dan minumnya ke dalam kamar. Nia khawatir namun ia juga takut untuk masuk ke kamar sang kakak. Takut membuat penyakit kakaknya semakin parah.

 “Kak Sari belum sembuh ya, Buk?” tanya Nia pada Ibu yang baru saja keluar dari kamar Kak Sari.

“Belum, Nak. Kak Sari sakit karena kelelahan, jadi harus istirahat dulu,” jawab Ibu.

Keesokan harinya Kak Sari belum juga keluar dari kamarnya. Pagi ini Nia diantar ke sekolah oleh ibunya lagi, jadi ia tak bisa bermain dengan kucing dan langsung masuk ke gerbang sekolah. Nia sangat rindu Kak Sari dan para kucing.

Di kelas saat jam pelajaran, Ibu Guru Ani bercerita tentang hewan. Mulai dari hewan liar sampai hewan peliharaan semua diceritakan oleh Bu Ani.

“Kalau Bu Guru capek, biasanya Bu Guru pergi ke kafe kucing untuk terapi,” celetuk Bu Ani membuat anak-anak terbengong. “Melihat dan bermain bersama kucing-kucing lucu membuat Bu Guru senang.” Mendengar cerita Bu Ani membuat Nia teringat dengan kakaknya yang sedang sakit di rumah. Mungkin Kak Sari butuh terapi kucing!

Sepulang sekolah, Nia mencari kardus dan mengumpulkan kucing-kucing yang terlihat paling lucu. Tangannya hampir saja dicakar oleh seekor kucing yang sulit ditangkap. Nia tak memusingkannya dan terus mencari kucing lucu untuk dikumpulkan ke dalam kardus. Akhirnya dengan usaha keras Nia berhasil mengumpulkan lima ekor anak kucing di dalam kardusnya. Kucing-kucing itu mengeong dengan suara menggemaskan.

“Untuk apa anak-anak kucing itu, Nak?” tanya Ibu kaget saat menjemput Nia yang terlihat susah payah menggendong kardus berisi kucing.

“Untuk Kak Sari, Buk! Kata Bu Guru, hewan-hewan lucu bisa menjadi terapi supaya Kak Sari cepat sembuh!” jelas Nia penuh percaya diri. Ibu menggeleng-gelengkan kepalanya heran namun ia tetap membantu Nia mengangkat kardus berisi kucing itu ke atas sepeda motor.

“Tapi nanti pulangkan mereka ke sini lagi ya....”

“Baik, Buk!”

Sesampai di rumah, Nia buru-buru masuk dan mengetuk pintu kamar Kak Sari. Mendengar tidak ada respons dari dalam kamar, Nia pun meminta bantuan Ibu untuk membukakan pintu.

Suara kucing mengeong membuat Kak Sari yang berbaring tertutup selimut kaget. Nia berlari kecil mendekat ke tempat tidur Kak Sari dan menunjukkan lima ekor anak kucing yang mengeong lucu. Dua diantaranya berwarna putih, satunya berwarna oranye, dan duanya lagi berwarna putih belang hitam.

“Astaga, kenapa Nia membawa anak-anak kucing ke rumah?” tanya Kak Sari kebingungan dengan kelima ekor kucing yang terus mengeong tersebut.

“Anak-anak kucingnya rindu dengan Kak Sari, jadi Nia bawa ke sini,” ujar Nia membuat Kak Sari terkekeh.

“Kalau begitu ambilkan makanan kucing di atas meja kerja kakak ya..., kasihan mereka kelaparan.” Nia mengambil makanan kucing di atas meja kerja dan memberikannya kepada Kak Sari.

Anak-anak kucing itu langsung berhenti mengeong dan makan dengan lahap. Kak Sari dan Nia tertawa riang melihat tingkah laku kelima ekor kucing tersebut.

“Hore! Kak Sari sudah sembuh! Ternyata benar kata Bu Guru, terapi kucing ampuh!” teriak Nia girang saat melihat Kak Sari tertawa riang bersama anak-anak kucing yang ia bawa.

“Hahaha! Terima kasih ya Nia, besok kita kasih makan kucing di sekolah Nia lagi ya... Tapi kita harus mengembalikan anak-anak kucing ini dulu,” ujar Kak Sari sambil mengelus-elus bulu anak kucing yang berwarna putih. Anak kucing itu mengeong dan melendot pada Kak Sari.

Nia tersenyum dan mengangguk patuh. Satu ekor anak kucing belang mendekati kakinya dan mulai mengeong. Ia mengangkat anak kucing tersebut ke pangkuannya dan mengelus kepalanya pelan. Terapi hewan benar-benar manjur, Kak Sari sudah sembuh dan mulai besok Nia bisa pergi ke sekolah bersama Kak Sari lagi.

 # link menuju ebook



Selasa, 09 Agustus 2022

[CERPEN] Di Bawah Telapak Kaki Nenek

 


Cerpen Di Bawah Telapak Kaki Nenek adalah cerita pendek tulisanku yang pernah dimuat di media Harian Waspada pada tanggal 6 Juni 2021. Cerita lengkapnya dapat dibaca di bawah ini:

DI BAWAH TELAPAK KAKI NENEK

Oleh : Lianty Putri

Mak, nenek sampai kapan tinggal di sini?”

“Sampai dia mau pulang, Sar.”

Sari memberengut mendengar jawaban ibunya. Sudah tiga bulan sejak neneknya datang ke rumah mereka. Awalnya Sari merasa biasa saja, hari-hari berlalu ia pun mulai jenuh. Neneknya yang bertubuh besar hingga sulit berjalan itu sering kali meminta bantuan untuk mengambilkan segala sesuatu yang ia butuhkan. Selain sang ibu, Sari pun jadi sasaran. Makan, minum, camilan, semua mesti diambilkan.

            “Sar, tolong ambilkan remote tv.” Baru saja Sari mengambil sapu hendak membersihkan rumah, terpaksa ia meletakkannya kembali demi mencari remote tv yang entah terletak di mana itu.

            “Tidak ada, Nek,” ujar Sari sebal karena tak kunjung menemukan benda yang ia cari.

            “Oh, ini ternyata. Di bawah bantal nenek.”

            Mendengar jawaban sang nenek, lantas saja Sari semakin jengkel. Sambil kembali mengambil sapu yang tadi ia letakkan, Sari membatin jika neneknya hanya menjadi beban saja di rumah ini.

            Kekesalannya bukan tak beralasan. Sari kenal betul sosok neneknya itu, nenek bertubuh besar yang pelitnya minta ampun. Tujuh belas kali hari raya, sekali pun tak pernah ia merasakan amplop dari sang nenek. Padahal ia tahu kedua orang tuanya selalu memberikan uang saku bulanan pada nenek, belum lagi uang saku dari pakde, bude, serta kerabat lainnya. Ia berpikir kemana saja uang yang nenek terima selama ini?

            Rasa tidak suka Sari pada sang nenek semakin menjadi kala ia tahu bahwa untuk membeli obat pun sang anak yang harus mengeluarkan uang. Sebenarnya semenjak sepeninggalan kakek, nenek tinggal satu atap dengan pakde dan bude. Pangan dan sandang semuanya pakde dan bude yang tanggung. Kemudian tiga bulan yang lalu, suatu insiden terjadi di rumah itu. Sari tidak tahu benar detailnya, yang ia tahu ialah tentang pertengkaran si nenek dengan bude dan sepupunya. Mungkin mereka juga jenuh dengan nenek, pikir Sari kala itu.

            “Mak, roti yang Sari taruh di meja makan tadi kemana ya?”

            “Roti? Oh! tadi sudah dimakan sama nenek.”

            Napas Sari menderu mendengar jawaban sang Ibu. Ia merasakan darahnya naik ke kepala dan segera setelah itu, emosinya pun meledak. “Kenapa Emak kasih ke nenek?!”

            “Tadi siang nenek minta camilan. Hanya ada roti itu, jadi emak beri saja. Kenapa marah sekali begitu, Sar?” tanya sang Ibu merasa bingung mendengar nada suara tinggi dari anaknya.

            Sari diam tak menjawab pertanyaan sang Ibu. Ekspresi kesal jelas terukir di wajahnya dan pada saat itu juga sang nenek menyahut dari ruang tv, “Sari? Sudah belajar membentak orang tua ya.”

            Mendengar itu sontak Sari pun berteriak, “Jangan ikut campur, Nek!” Ia langsung berlari menuju kamar dan mengunci pintunya. Dalam hati Sari menyesali dirinya yang telah berbicara kasar kepada sang Ibu. Pada dasarnya ia kesal pada si nenek, tapi malah Ibunya yang jadi pelampiasan. Rasa berdosa pun memenuhi dirinya.

            Langit sudah gelap namun Sari tak kunjung keluar dari kamarnya sampai seseorang mengetuk pintu dan memanggilnya. Dengan wajah yang masih murung, Sari pun membuka pintu dan melihat sang Ibu yang berdiri dengan membawa dua bungkus roti di tangannya. Melihat itu tiba-tiba saja Sari merasakan sesak di dadanya seperti hendak menangis. Dapat ia pastikan air matanya akan menetes jika ia berbicara satu kata saja.

            “Ini emak belikan ganti roti yang tadi dimakan nenek. Maaf ya, emak gak tahu itu roti kamu,” ujar sang Ibu menyodorkan dua bungkus roti tersebut.

            “Emak ....” Sang ibu kaget kala melihat anak gadisnya yang tiba-tiba menangis dan meraih lengan bajunya. “Maafkan Sari,” lanjutnya sesenggukan.

            Melihat itu, sang ibu memutuskan untuk mendorong anaknya kembali masuk ke kamar agar suara isakannya tak terdengar oleh nenek. Ia waswas jika nanti nenek menyahut lagi dan suasananya makin runyam.

            “Kenapa, Sar?” tanya sang Ibu setelah menutup pintu kamar anak gadisnya.

            “Sebenarnya Sari kesal sama nenek, bukan sama Emak,” jelas Sari berusaha menahan tangisnya. “Tapi Sari malah marah sama Emak.”

            “Kenapa kamu kesal sama nenek? Memangnya nenek ada salah apa?”

            “....”

            Sari diam, ia seperti tak berani menjawab pasalnya ia tahu bahwa rasa kesalnya ini kekanak-kanakan. Tapi apa boleh buat, Sari harus mengakui itu.

            Ibu yang seperti sudah mengerti parasaan anaknya mengangkat tangan dan menepuk punggung Sari. Berusaha memberikan ketenangan pada anaknya yang terlihat gelisah.

            “Sari ....”

            “Nenek hanya menyusahkan saja, mak,” ujar sari memberanikan diri. “Setiap hari nenek hanya menonton tv, semua-semua harus diambilkan. Apa Emak tidak capek?”

            Ibu terdiam sesaat kala mendengar alasan tersebut, namun tangannya masih tak berhenti menepuk-nepuk punggung Sari. Dengan tarikan napas yang dalam, ia berkata, “Sari, itu nenek kamu sendiri lho ... kalau nanti emak sudah tua, apa Sari akan kesal pada emak juga?”

            “Enggak lah mak ...” jawabnya kembali terisak. “Emak kan orang tua Sari.”

            Senyuman tipis muncul di wajah sang ibu setelah mendengar jawaban anaknya. Lalu ia kembali berkata, “Emak juga punya orang tua, walau sekarang hanya tersisa nenek. Jadi emak berusaha menyenangkannya. Selagi masih ada, Sar ....”

            Sari termangu. Ia seolah disadarkan oleh ucapan sang Ibu. Benar juga, biar bagaimanapun nenek adalah orang tua ibunya. Tentu sudah seharusnya anak merawat orang tuanya, bukan malah merasa terbebani sepertinya saat ini.

Sari lupa bahwa mungkin surganya ada di telapak kaki ibu, namun surga ibunya ada di telapak kaki nenek.

            Dihapusnya sisa air mata dengan pungung tangannya dan menatap lurus ke arah sang ibu. Tatapan mata yang lembut itu membuat Sari merasa lega.

“Maaf ya, mak ... Sari akan berusaha untuk lebih menghargai nenek. Sari gak mau jadi cucu durhaka,” ujar Sari membuat tawa kecil sang ibu menggema di kamarnya.

Sekarang hari-hari Sari terasa lebih menyenangkan. Ia jadi lebih sering mengobrol dan menonton tv bersama neneknya. Kadang juga ia meminta sang nenek untuk menceritakan kisah-kisah dan mitos zaman dulu yang membuat Sari tertarik. Sari tak pernah lagi merasa kesal, ia berusaha membantu ibunya merawat nenek dengan sepenuh hati. Dan yang paling ajaib adalah nenek sering meminta tolong Sari untuk membelikannya camilan dengan uang nenek sendiri untuk dimakan bersama saat menonton tv.

Kenyamanan di rumah ini membuat nenek jadi semakin tak ingin pulang ke rumah pakde, tapi Sari tak lagi memusingkan itu. Sari berpikir untuk menganggap nenek sebagai orang tuanya sendiri. Siapa tahu nanti ia kebagian surga yang ada di bawah telapak kaki nenek. 

# link menuju epaper