Cerpen Mi Ayam Untuk Bapak adalah cerita pendek tulisanku yang pernah dimuat di media Harian Waspada pada tanggal 18 Septetember 2022. Cerita lengkapnya dapat dibaca di bawah ini:
MI AYAM UNTUK BAPAK
Oleh: Lianty Putri
Setelah
sebulan lama bekerja menjadi pengajar di sebuah lembaga belajar bahasa asing,
akhirnya hari ini tiba saatnya bagi Sari untuk menerima gaji pertamanya. Usai
menulis tanggal dan membubuhi tanda tangan tanda serah-terima, Sari diberikan selembar
amplop putih yang masih tersegel. Amplop yang barusan ia terima berisi
upah pertama yang ia dapat setelah empat tahun lamanya menimbah ilmu untuk
mendapatkan gelar sarjana pendidikan di sebuah universitas di luar kota. Meski
belum mendapat pekerjaan tetap di sekolah formal, Sari sudah sedikit lega
setidaknya ia punya penghasilan perbulan mulai sekarang.
“Emak,
Sari sudah gajian nih. Sari traktir mi ayam, yuk!” kata Sari mengibaskan amplop
gajinya di udara. Sari tahu bahwa gaji pertamanya belum seberapa. Mungkin hanya
bisa lepas uang paket data dan skincare,
itu sebabnya Sari hanya berani mentraktir emaknya makan mi ayam.
“Ayo,
emak mau mi ayam spesial ya.”
“Oke
sip!” Sari pun naik duduk di boncengan sepeda motor emaknya yang alhamdulillah tahun ini sudah lunas kreditnya.
Sepeda
motor yang dikendarai emak berangkat menuju tujuan utama mereka, Warung Mi Ayam
Wagino yang terletak tak jauh dari tempat Sari mengajar. Ia dan emaknya sudah
sering makan mi ayam di sana, tak peduli kabar angin dari manusia yang iri
dengan usaha sukses orang lain yang mengatakan 'mi ayamnya mengandung pelet'
atau isu-isu lainnya. Yang penting bagi Sari dan emak Mi Ayam Wagino mantap!
Di
tengah perjalanan yang ramai suara-suara klakson mobil dan sepeda motor serta
mas ojol yang belok-belok berkendara dengan lihai, Sari diam melamun. Matanya
menangkap pemandangan pedagang kaki lima di sepanjang jalan, namun pikirannya
melanglang. Tiba-tiba saja Sari teringat akan bapaknya yang sudah lama
tidak ia temui. Padahal sebelumnya setiap bulan ia dan emaknya selalu
mengunjungi bapak minimal sebulan sekali untuk melihat atau bersih-bersih di
sekitar rumah bapak. Menerima gaji pertama mengingatkan Sari akan bapaknya,
ditambah lagi bapak yang biasanya juga senang mengajak makan bersama di Warung Mi
Ayam Wagino ini.
Sepulang
mentraktir emak makan mi ayam, Sari langsung masuk ke kamar dan menghitung uang
yang tersisa di dalam amplop yang segelnya telah ia rusak. Satu lembar uang
seratus ribu miliknya telah pecah menjadi uang recehan. Selain beberapa lembar
uang kertas berwarna biru, terselip secarik slip gaji dengan detail upah
mengajarnya. Walau sebenarnya tak terlalu penting, Sari memutuskan untuk
menyimpan secarik kertas itu ke dalam stoples biskuit tempat ia menyimpan setruk
belanja emaknya yang nantinya bisa mereka tukarkan dengan gelas cantik.
“Sar,
bapak di teras tuh,” ujar emak masuk sebentar ke kamar Sari kemudian kembali
pergi ke dapur. Sari melompat dari tempat tidurnya dan bergegas jalan ke luar.
Dalam hati ia sudah menyiapkan kata-kata yang cocok untuk memamerkan gaji
pertamanya pada sang bapak. Bangga atau
tidak urusan belakang yang penting pamer dulu.
“Bapak!”
sapa Sari dengan senyum secerah uang seratus ribu. Dilihatnya bapak dengan
pakaian sederhana berwarna putih serta celana pendek cokelat favoritnya sedang
duduk bersandar di kursi santai tempat langganan bapaknya duduk.
“Pak!
Sari baru gajian lho... Bapak mau Sari traktir apa? Tadi emak sudah Sari
traktir mi ayam. Mau mi ayam juga gak, Pak?” celoteh Sari ikut mendudukkan
bokongnya di samping sang bapak.
Bapak
bangkit membenarkan posisi duduknya dari yang semula bersandar santai kemudian
menepuk siku lengan kiri Sari.
“Bapak gak makan lagi, uangnya kamu tabung saja.”
Jawaban yang bapak lontarkan membuat senyum lebar di wajah Sari memudar.
Bibirnya murung seperti ingin marah pada bapaknya.
“Ah
Bapak, padahal udah lama gak ketemu,” balas Sari dengan nada sendu. Mendengar
sang anak yang merasa kecewa membuat bapak kembali menepuk-nepuk lengan Sari
membujuknya agar tetap duduk di sampingnya.
Sari
merajuk dan berdiri ingin kembali masuk ke rumah namun ia langsung mengurungkan
niatnya saat tiba-tiba ia kembali merasa rindu dengan bapak. Maklum saja ia
sudah lama tidak bertemu dengan bapak, mana bisa ia merajuk pada bapak yang
amat ia rindukan itu. Sari pun kembali ke tempat semula ia duduk dan meletakkan
kepalanya di atas pangkuan sang bapak. “Pak, Sari rindu,” katanya lirih.
Sari
mengedip-ngedipkan matanya yang tak ia sangka telah basah dengan air mata. Ia
terbangun di atas tempat tidurnya dengan isi stoples biskuit yang masih
berserakan. Tak tahu harus senang atau sedih, barusan ia bertemu dengan bapak
dan sempat pamer gaji pertamanya. Bahkan tadi ia juga sempat berbicara
dengan bapak dan bilang rindu padanya walau hanya lewat mimpi. Bagi Sari yang
sudah lama tidak bertemu dengan bapak, mimpi seperti itu adalah hal yang
membahagiakan.
Kenyataannya
Sari tetap ingin sekali mentraktir atau membelikan sesuatu untuk bapak dari
hasil upah mengajar pertamanya. Bapak lah yang telah banting tulang membiayai
kuliahnya, namun acara wisuda atau gaji pertama pun tak sempat dirasakan sang
bapak. Bapak sudah duluan dipanggil tuhan sebelum melihat Sari dapat pekerjaan
sendiri. Bapak sudah pergi duluan sebelum Sari bisa mentraktirnya makan mi ayam
dengan gaji sendiri.
“Besok
Sari dan emak singgah ya, Pak,” kata Sari pada foto bapak yang tertampil pada
layar kunci ponselnya. Meski sekarang tak bisa mentraktir bapak makan mi ayam,
setidaknya Sari bisa singgah ke makam, bersih-bersih, mengirim doa, dan
mengirimkan sedekah untuk bapaknya yang harap-harap di sana tetap bisa
menikmati mi ayam spesial hidangan khusus penghuni surga.
Tebing Tinggi, Agustus
2022.