Senin, 17 Agustus 2020

Jalan-jalan ke Paropo Silalahi - Danau Toba 🏔️

Hai sahabat blogger sepermainan~ Tanggal 8 Agustus yang lalu, Lianty bersama kedua orang tua Lianty beserta rombongan becak lainnya pergi ke sebuah daerah bernama Paropo di Kabupaten Silalahi.

Dari sekian banyak tempat, Paropo adalah salah satu tempat yang bagus dan ideal untuk menikmati indahnya pemandangan Danau Toba.


Kami berangkat pukul 10 pagi dari kota Lianty (Tebing Tinggi) bersama rombongan becak lainnya.
Rombongan becak ini bernama COBRA alias Comunity Becak Racing. Dan yang ikut dalam perjalan ini ada sebanyak tujuh belas becak. Ramai kan? ><

Banyak sekali pengalaman menyenangkan dan menegangkan selama perjalanan. Dan semuanya akan Lianty ceritakan di sini :D

Lianty membawa Hanako
Perjalanan kami memakan waktu yang cukup panjang. Kami berangkat pukul 10 pagi dan baru sampai di sana pukul 7 malam. Lama banget kan? 
Penyebab lamanya waktu perjalanan bukan hanya karena jarak, tetapi juga karena seringnya kami berhenti untuk istirahat.

Hanako di bawah pohon (tempat kami makan siang)

Kami berhenti untuk menunggu rombongan lain yang tertinggal di belakang, berhenti untuk makan siang, bahkan berhenti untuk menunggu salah satu becak dalam rombongan yang bermasalah dengan bannya (bannya pecah di tengah perjalanan.)


Setelah melewati Kota Pematang Siantar, suhu udara mulai turun hingga membuat Lianty harus mengenakan jaket.

Sepanjang perjalanan, mata kami dimanjakan oleh pemandangan perbukitan dan perkebunan milik warga lokal.





Memasuki area, kami berhenti di pintu masuk tempat kami harus membayar biaya. Dan di sini lah ketengangan dimulai.

Kami harus turun ke bawah untuk sampai ke tempat tujuan. Kami turun beriringan tapi tetap berjarak secara perlahan. Sekarang kami sudah bisa menikmati sedikit pemandangan danau toba yang terhampar di bawah.

Namun semuanya tak menyangka jika penurunannya akan securam ini. 

Bagi pengendara mobil atau sepeda motor, mungkin penurunan ini adalah hal yang mudah untuk dilewati. Tapi tidak bagi kami pengendara becak.

Becak kota kami, Tebing Tinggi terkenal dengan gandengannya yang besar dan berat sehingga membuat kami kesulitan untuk turun ke bawah.

Saat di tengah penurunan, Lianty kaget ketika ayah tiba-tiba membelokkan setirnya ke tepi jalan yang penuh semak hingga bannya hampir jatuh ke parit. Lianty teriak kebingungan namun hanya dijawab "Pegangan!" Oleh mamak.

Setelah becaknya berhenti, barulah ayah Lianty menjelaskan dengan wajah kelelahannya. "Remnya blong." Ujar ayah Lianty dan seketika membuat Lianty bergumam 'bodohnya aku gak peka.'

"Ya Allah..." Ayah dan mamak Lianty berulang kali menarik napas. Dan saat itu Lianty juga sadar dengan situasi menegangkan sekarang ini. Rem kami blong, sekarang di tengah penurunan bukit, sebelah kanan kami jurang. Apa yang bisa dibayangkan dari situasi tersebut? 


Becak lainnya yang berada di belakang menyusul dan beberapanya melakukan hal yang sama. Salah satunya berhenti jauh di depan kami karena kesulitan mengendalikan becaknya. Bahkan sebagiannya lagi masih berada di atas karena ketakutan. Yap, mereka lebih dulu menyadari bahwa ada yang salah dengan rem mereka.

Para pengemudi pun turun dan bercakap-cakap dengan nada tinggi. Mereka menyalahkan salah satu rombongan yang merekomendasikan tempat ini namun tak memikirkan risikonya.

Kira-kira seperti ini percakapan mereka :
"Blong ah remnya."
"Karena sangking panasnya, sampai habis karet remnya."
"Tadi aku siram berasap bah."

Dan beberapa istilah otomotif lainnya yang Lianty tidak mengerti.

Intinya semua mengalami hal yang sama.

Jadi bagaimana?

Kami berhenti cukup lama di sini karena tak tahu ingin berbuat apa. Kami sudah sampai sejauh ini, tak mungkin bagi kami untuk pulang. Hari juga sudah mulai sore. 
Lianty hanya bisa diam sambil menguping percakapan mereka.

foto diambil diam-diam

Setelah beristirahat dan berunding cukup lama, rombongan pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan namun lebih berhati-hati dan saling memperhatikan satu sama lain.

Waktu itu, entah ide dari mana Ayah Lianty mengambil setangkai kayu pohon liar dan memberikannya pada mamak Lianty untuk membantunya mengendalikan rem becak yang kami kendarai. Iya, pakai kayu. Menegangkan! Seru banget! Lianty disuruh pegangan seerat-seratnya karena takut remnya blong lagi. 

Tapi Alhamdulillah, kami berhasil turun dengan selamat.



awan di sana terasa sangat dekat

Semakin turun dan semakin turun, akhirnya kami berhasil sampai di Paropo tepat sebelum matahari tenggelam. Di sini kita bisa melihat tepian Danau Toba.

Danaunya dekat

sayangnya hari sudah mulai gelap
Appa, yip yip!
Setelah berhasil menemukan tempat untuk menginap, kami pun memarkirkan becak dan makan malam bersama.

Lianty menyesal lupa memotret pemandangan danau dan langit malam itu untuk menghemat daya hp. Kalau bisa Lianty deskripsikan, malam itu langitnya terang sekali. Bulannya tampak besar dan cantik dengan satu cahaya bintang dan awan-awan di sampingnya. Seperti lukisan!

Malamnya Lianty gak bisa tidur, begitu juga dengan yang lainnya. Kenapa?
Di sini anginnya kencang sekali! Seperti angin topan. Berisik dan mengganggu. Bagi orang yang tidak terbiasa seperti kami, akan sangat sulit untuk tidur di kondisi seperti ini. Rasanya rumah tempat kami menginap akan terbang diterpa angin.

Setelah melewati malam yang panjang dan meresahkan, akhirnya matahari terbit. Padahal Lianty gak bisa tidur, tapi tahu-tahu sudah pagi saja. Hahahaha...

9 Agustus 2020,
Berikut beberapa potret pemandangan matahari terbit yang sangat Lianty suka ><





cantik banget kan?
Foto di atas adalah pemandangan di depan tempat kami menginap.

tempat becak-becak diparpirkan
Ayah Lianty tidur di becak lho, xixixi...


Matahari semakin terang. Dan waktunya untuk bersenang-senang!

pasir di tepi danau




bukitnya cantik ><

foto oleh teman satu rombongan

Yap, bukit di belakang kami bernama Bukit Siattar Atas. Bukit ini bisa didaki dengan tangga seadanya. Namun karena Lianty takut ketinggian, jadi Lianty tidak ikut mendaki :"

Pemandangan ujung bukit dipotret dari bawah

Semuanya bersenang-senang. Ada yang pergi memancing, ada yang main air di danau, ada yang mendaki bukit, dan ada yang sibuk foto-foto (termasuk Lianty) fufufu...


Air danaunya tidak sedingin yang kami bayangkan. Airnya jernih dan bersih walau bebatuan di bawahnya berlumut.

Setelah puas bermain, akhirnya kami pulang.
Dadah Paropo~!! Sampai bertemu lagi~!! >_<

Foto di jalan pulang :


Mampir sebentar ke Tugu Silalahi

Kayak bukit Hollywood :V /plak




Perjalanan pulang kami juga tak kalah menegangkan! Kami harus mendaki naik satu persatu dengan becak yang berat ini. Tapi karena kami memilih jalan yang berbeda dari tempat awal kami datang, penaikannya tidak terlalu curam.

Singgah lagi untuk makan malam

Kami berangkat pulang pukul 2 sore dan baru sampai di rumah pukul 12 tengah malam!
Hahahaha... ayah Lianty bilang 'capek-capek di jalan'. Tapi asyik dan seru!!

Langit malam di sana masih indah dengan hamparan bintang. Sangat berbeda dengan langit malam kota Lianty yang hanya ada tiga sampai lima bintang atau bahkan tidak ada bintang sama sekali setiap malamnya.

Semoga kapan-kapan Lianty bisa singgah ke Paropo lagi, tapi tidak naik becak tentunya. Fufufufu...

Salam manis,
-Lianty Putri-

4 komentar:

  1. wahhh seru. uda lama ga singgah ke blog nya lianty wkwk

    BalasHapus
  2. Great Write dek! btw ini yang dinamakan surga dunia, jadi pengin kesana.. ohyaa itu kesana naik becak? bisa nyampai gitu ya deeek hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwkwk iya kak cantik banget ya *_* naik becak dan sampai dengan segala perjuangan XD

      Hapus

Thank you for leaving a comment ^^